Rabu, 20 Mei 2009

Kewarisan mukhhants


Manusia adalah mahkluk ciptaan Allah Swt yang sempurna.  Dikatakan demikian karena hanya manusialah yang diberikan kekuasaan oleh Sang Pencipta. Kekuasaan yang dimaksud ialah kekuasaan untuk bertindak dan memilih yang terbaik bagi dirinya (manusia tersebut) dan  dari  semua mahkluk ciptaan Allah Swt, hanya manusialah yang diberi akal dan nafsu menyebabkan manusia mulia disisiNya[1].

Agama diberikan  Allah Swt kepada manusia berfungsi untuk mengatur hidup manusia, menjadikan manusia mahkluk taat kepada Allah Swt, dengan kata lain memberikan kebebasan kepada manusia berfikir tentang baik dan buruk, dan mengembangkan pikirannya menjadi hal yang nyata. Perubahan pola pemikiran manusia di tandai dengan semakin dewasanya manusia menyikapi sebuah permasalahan dan bertambahnya umur. Di samping itu ilmu pengetahuan menjadi tolak ukur utama perubahan pola pikir manusia[2].

Allah Swt tidak menciptakan sesuatu kecuali menjadikan baginya berbagai macam sarana yang multi fungsi, dimana disatu sisi dapat digunakan untuk kebaikan dan disisi lain dapat digunakan untuk kejahatan. Untuk itu, Allah menyeru manusia menggunakan sarana tersebut untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dirinya serta menjauhkan dari segala sesuatu yang dapat menghancurkan dan membinasakannya[3].

Pada zaman sekarang, pengetahuan dan penemuan manusia telah menyebar di segala bidang, khususnya dalam bidang-bidang ilmu kealaman, dan tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan rahasia alam dan hukum-hukumnya ini sangatlah penting, karena dengan penemuan-penemuan itu, akan semakin terbentang luas di hadapan manusia berbagai macam alternatif dan pilihan-pilihan yang sesuai dengan kehendaknya. Akan tetapi kebahagian manusia tidak dapat diukur hanya dengan kualitas pengetahuan dan banyaknya ilmu yang diperolehnya, melainkan untuk apa ilmu pengetahuan itu digunakan dan membuahkan apa ilmu pengetahuan itu digunakan bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh penemuan bayi tabung bagi suami istri yang tidak memiliki anak, kloning manusia, dan operasi selaput dara[4]

Salah satu penemuan dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran   yang berdampak pada hak waris bagi manusia adalah operasi pergantian kelamin, Operasi pergantian kelamin merupakan tindakan perbaikan atau  penyempurnaan kelamin[5]. Pelaku pergantian kelamin lebih didominasi oleh khunsa atau mukhannats.

Menurut bahasa arab, khunsa dan mukhannats berasal dari kata khanasa (Fiil madi’). Namun menurut istilah fiqih berbeda. Khunsa menurut fuqoha ialah orang yang memiliki dua alat kelamin atau tidak sama sekali. Sedangkan mukhannats ialah laki-laki yang menyerupai wanita dari segi fisik dan penampilan juga dari segi hormonal[6].

Khunsa menurut Ulama Fiqih di bagi menjadi dua golongan yakni khunsa muskil dan khunsa goiru muskil. Khunsa muskil ialah khunsa yang sulit ditentukan disebabkan tidak memiliki alat kelamin atau dua alat kelaminnya berfungsi secara bersamaan. Khunsa ghoru muskil ialah khunsa yang dapat di ketahui kedudukannya dilihat dari alat kelamin  mana yang mengeluarkan urine. kedudukan khunsa muskil ditunggu saat balig (dewasa)[7].

Dalam pembagian warisan, khunsa mendapat warisan sesuai dengan alat kelamin yang berfungsi. jika keduanya berfungsi maka dilihat alat kelamin mana pertama kali mengeluarkan urine. Jika kedua kelamin mengeluarkan urine dalam waktu yang bersamaan, ia menerima setengah bagian laki-laki dan setengah bagian perempuan. Pendapat ini di kemukakan oleh Sa’id bin Musyayab, Ahmad, Ishak, dan kalangan ahlu ra’yi (rasionalis)[8].

Adapun mukhannats sejak jaman nabi telah ada. Syarih rahimakhumullah menyatakan mukhannats ialah seorang laki-laki yang lemah gemulai perkataannya lenggak-lenggok jalannya dan bergaya seperti perempuan. Ada yang memang sudah pembawaannya dan ada yang di buat-buat. Dan bagi yang memang sudah pembawaannya lazimnya tidak bersahwat terhadap perempuan, oleh karena itu istri-istri Nabi Saw menganggapnya berstatus sebagai ghairu ulil irbah[9].

Alasan utama khunsa atau mukhannats melakukan operasi kelamin adalah keinginan untuk menjadi wanita seutuhnya. Hal ini di sebabkan karena adanya gangguan identitas jenis kelamin. Gangguan identitas jenis kelamin adalah keinginan untuk memiliki jenis kelamin yang bertentangan dengan kenyataan. Dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah transeksualisme[10].

Di Indonesia terdapat beberapa kasus operasi pergantian yang dilakukan oleh khunsa atau mukhannats. Salah satunya dilakukan oleh Dedi Yuliardi atau dikenal dengan nama Dorce Gamalama. Dalam seminar Tinjauan Islam tentang Operasi Ganti Kelamin di Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Jawa Timur. memutuskan bahwasanya: Kelamin yang sudah sempurna, kalau dioperasi atau diubah, haram. Kelamin sempurna, jika telanjur memilih dioperasi, “hukumnya dikembalikan kepada status asal sebelum ia dioperasi”.Yang mubah atau boleh dioperasi. Lelaki atau perempuan yang kelaminnya tidak sama antara yang di luar dan yang di dalam, harus dioperasi untuk disamakan. (jika luar dan dalamnya serupa, cuma bentuknya kurang sempurna, boleh pula disempurnakan)[11]

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa di bolehkan melakukan operasi kelamin terhadap khunsa atau orang yang memiliki alat kelamin ganda dan tidak membolehkan menukar atau mengganti kelamin pria menjadi wanita dan sebaliknya. K.H. Hasan Basri. Selaku ketua umum MUI menyatakan  bila fungsi kelamin waria (wanita yang pria) cenderung wanita, boleh direparasi seperti wanita normal[12].

Pengadilan negeri Porwokerto mengabulkan permohonan operasi pergantian kelamin yang diajukan oleh Sunarto dan Siti Santiasih terhadap anaknya Solehatun Nissa. Permohonan pergantian kelamin yang diajukan orang tua Aan nama panggilan anaknya untuk demi mendapat legalitas sebagai seorang laki-laki bernama Mohamad Solehan[13].

Operasi kelamin yang dilakukan menimbulkan permasalahan pada keperdataan khususnya  pembagian warisan. Di kategorikan apa orang yang melakukan operasi pergantian kelamin, laki-laki atau perempuan. Dengan demikian uraian di atas merupakan suatu problematika yang mendorong penulis untuk mengkajinya

[1]Lihat Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 2002), h. 462

[2]  Mustofa Bin Farran, Tafsir Imam Syafi’I, (cet.1; Jakarta : Almahira, 2008), h. 7-9

[3]  M. Nu’aim Yasin , Fikih Kedokteran, (cet. 1 ; cairo : Daruss salam, 2006) hal. xvii

[4]  Lihat Ibid,

[5]  Lihat Daniswara, Gangguan Identitas Jenis Kelamin,  http//www. medicastore.com /opearsi_pergantian_kelamin. (download, Selasa 12 januari 2009 )

[6]  Lihat Suhrawardi  K Lubis dan Komis  Simanjuntak. Hukum Waris Lengkap Dan Praktis. (cet. 4 ; Jakarta : Sinar Grafika, 2002 ), hal.68

[7]   Lihat, Facthur Rahman, Ilmu Waris  ( cet. 10 ; Bandung : Alma’arif,  1975) hal. 484

[8]   Lihat, Muhammad Thaha Abu Ela Khalifa,  Hukum Waris Pembagian Warisan Berdasarkan Syari’at Islam. (cet. 1;  Solo : Tiga Serangkai, 2007), hal. 589

[9]  Faisal Bin Abdul Azis Al Mubharok, Bustanul Ahbar Mutkhtashar Nailul Authar (cet. 3 jilid 5; Surabaya : Bina ilmu, 2001), hal. 2152

[10] Daniswara, Op, cit

[11]  M. Ali Shodikin, Khunsa dan Takhannuts, http// arrisalah.sunan-ampel.ac.id/?p=44. (download, jum’at 3 april 2009 )

[12]  Ibid

[13] Evianti, Demi Ganti Kelamin Aan Menjalani Sidang di Pengadilan, http//newspaper-pikiranrakyat.com/preprint.php?mib=beritadetail&id=49711. (download, jum’at 3 april 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar